Bismillahirrahmanirrahim.
Hari ini aku ingin berbagi catatan dari kajian yang begitu menenangkan hati — ceramah Ustadzah Halimah Alaydrus berjudul “Jadilah Perempuan yang Sederhana.”
Pesan yang disampaikan beliau terasa sangat lembut tapi dalam. Tentang bagaimana menjadi perempuan yang tidak sekadar cantik di luar, tapi kuat dan indah di dalam. Tentang bagaimana seorang ibu dan istri bisa menjadi sumber ketenangan, bukan hanya bagi keluarga, tapi juga bagi dirinya sendiri.
---
🌿 1. Prioritas Akhirat
Ustadzah Halimah mengingatkan, bahwa kebahagiaan sejati seorang ibu bukan pada rumah yang besar, pakaian yang mewah, atau pesta yang ramai.
Tapi pada amal jariyah yang hidup setelah ia tiada.
Doa anak yang saleh, bacaan Al-Qur’an yang diajarkan, dan kebaikan yang ia tanam — itulah kesenangan abadi yang tak pernah padam, bahkan setelah jasad beristirahat di bumi.
---
🌿 2. Waspada Pemikiran Duniawi
Beliau juga mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menanamkan nilai pada anak-anak perempuan.
Jangan sampai tanpa sadar, kita menanamkan pemahaman bahwa kemuliaan itu diukur dari pakaian mahal, kosmetik, atau jumlah pengikut di media sosial.
Padahal perempuan yang mulia itu adalah yang hatinya bersih, lisannya lembut, dan akhlaknya menenangkan.
Karena sesungguhnya yang membuat perempuan cantik bukan perhiasan, tapi cahaya iman dan adab yang terpancar dari dalam dirinya.
---
🌿 3. Ibu sebagai Tiang
Ustadzah berkata,
> “Ibu adalah tiang. Kalau tiangnya kuat, rumah akan kokoh. Tapi kalau tiangnya rapuh, rumah pun bisa runtuh.”
Ibu yang salehah bukan berarti yang tidak pernah lelah.
Tapi yang tetap kuat hatinya meski banyak yang harus ia tanggung.
Kekuatan sejati perempuan bukan pada ototnya, tapi pada batinnya yang sabar dan hatinya yang penuh doa.
---
🌿 4. Meneladani Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha
Sosok Sayyidah Khadijah menjadi contoh perempuan sempurna dalam kelembutan dan keteguhan.
Ustadzah Halimah menggambarkan betapa indahnya peran beliau dalam mendampingi Rasulullah ﷺ:
Ketenangan:
Saat suami panik atau bingung, ia tetap tenang. Ia tidak menambah beban dengan keluh kesah, tapi justru menjadi tempat bersandar yang penuh keteduhan.
Pendengar yang Baik:
Ia mendengarkan dengan hati, bukan dengan ego. Tidak menyela, tidak menghakimi, tidak membanding-bandingkan.
Menguatkan dengan Pujian:
Ketika Rasulullah ﷺ merasa berat menghadapi wahyu pertama, Sayyidah Khadijah tidak menakut-nakuti beliau. Ia justru menenangkan dengan kata-kata penuh cinta:
“Demi Allah, Engkau tidak akan disia-siakan. Engkau menyambung silaturahmi, menolong orang lemah, memuliakan tamu, dan menegakkan kebenaran.”
Ucapan sederhana itu menjadi kekuatan besar bagi seorang Nabi.
Dan dari situ, kita belajar: kadang, satu kalimat lembut dari seorang istri bisa menjadi sebab suaminya kembali teguh di jalan Allah.
---
🌷 Refleksi Pribadi
Aku suka sekali bagian ketika Ustadzah berkata,
> “Sederhana bukan berarti miskin. Tapi tahu batas. Tahu apa yang cukup.”
Kalimat itu seperti menampar lembut hatiku.
Bahwa hidup sederhana bukan berarti tidak punya apa-apa, tapi tahu kapan harus berhenti mengejar yang fana.
Karena semakin tinggi iman, semakin ringan hati melepas dunia.
Semoga Allah menuntun kita — para perempuan — untuk terus belajar menjadi lembut tanpa lemah, kuat tanpa keras, dan sederhana tanpa kehilangan keindahan.
اللهم اجعلنا من النساء الصالحات.
Ya Allah, jadikanlah kami perempuan yang salehah, yang hatinya penuh iman, dan yang mampu menjadi cahaya bagi keluarga dan ummat.
Komentar
Posting Komentar