Langsung ke konten utama

Unggulan

Ijazah Doa Nabi Khusus Hari Jumat — Catatan Khutbah dari Ustadz Adi Hidayat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,  Hari ini, Jumat 17 Oktober aku ingin berbagi catatan khutbah Jumat dari Ustadz Adi Hidayat (UAH) berjudul “Ijazah Doa Nabi Khusus Hari Jum’at.” Khutbah ini membahas tentang pentingnya istighfar (memohon ampunan), terutama di hari Jumat dan setelah shalat, serta bagaimana istighfar bisa menjadi sarana penyucian diri dan perbaikan hidup seorang hamba. --- I. Istighfar Sebagai Kunci Pengampunan Ustadz Adi Hidayat menyampaikan ijazah doa istighfar yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ, yaitu: > “Astaghfirullah alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih.” Doa ini menjadi doa khusus hari Jumat, dengan keutamaan besar bagi siapa saja yang mengucapkannya: Dibaca setiap selesai shalat, atau sebanyak tiga kali di pagi hari Jumat. Allah berkenan mengampuni dosa-dosanya, bahkan dosa besar sekalipun — termasuk dosa yang sebesar “melarikan diri dari medan juang.” Istighfar ini bukan hanya bacaan di lisan, tapi bentuk pengakuan to...

☕✨ Hari-Hariku Tanpa Sosmed dan Tanpa Kopi Favorit di Jerman

Assalamualaikum,

Sekarang udah masuk bulan Oktober — musim gugur mulai terasa di Jerman. Udara jadi lebih dingin, daun-daun mulai berubah warna, dan pagi-pagi sering aku lewati dengan segelas cokelat hangat di tangan. Rasanya aneh tapi menenangkan, karena udah dua puluh dua hari aku hidup tanpa sosial media, dan enam belas hari tanpa kopi.

Kadang aku masih kangen.
Kalau boleh jujur, yang paling aku rindukan cuma Instagram.
Bukan buat pamer, bukan buat upload, tapi buat ngeliat story teman-temanku di Indonesia.
Ngeliat rutinitas mereka, langit sore di kota lama, atau cuma hal-hal kecil yang dulu terasa biasa, tapi sekarang aku kangen banget.
Ada temen yang upload foto makanan, ada yang cerita kerjaan, bahkan sekadar candaan receh di story pun bisa bikin aku senyum.

Tapi aku tahu, kalau aku buka Instagram lagi, aku bisa tenggelam.
Awalnya cuma niat lihat bentar, tapi nanti ujung-ujungnya scroll lama.
Dan aku nggak mau kehilangan waktu lagi. Sekarang aku lagi pengen mindful, pengen fokus sama hal-hal nyata di sekitarku.

Kalau TikTok, aku nggak terlalu kangen.
Soalnya aku sadar, setiap kali buka TikTok, aku bisa keasyikan sampai lupa waktu.
Dan videonya juga kadang isinya campur — nggak semua bikin hati tenang.
Twitter pun udah aku tinggalin sejak lama; terlalu banyak hal negatif di sana.
Facebook cuma kupakai buat komunikasi sama mertua.
Jadi sekarang aku cuma buka YouTube dan WhatsApp, dan ternyata... itu cukup.

Hidupku terasa lebih ringan.
Waktu yang biasanya habis buat scroll, sekarang bisa kupakai buat hal lain —
buat masak, buat belajar bahasa Jerman, buat nulis, atau sekadar duduk santai di dekat jendela sambil lihat daun-daun yang mulai jatuh.

Dan soal masak, selama tinggal di Jerman aku belajar untuk lebih berani.
Berani nyoba resep baru, walaupun hasilnya kadang jauh dari sempurna.
Kemarin aku bikin batagor — kulitnya aku bikin sendiri, walau bentuknya aneh, tapi aku senang banget karena berhasil.
Terus aku coba bikin sate ayam oven pakai bumbu kacang, dan sate taichan juga.
Mungkin bentuknya nggak rapi, tapi rasanya tetap enak dan bikin rindu Indonesia agak terobati.

Aku juga sempat bikin dimsum ayam. Kulitnya aku bikin sendiri, tapi tebal banget, jadi hasilnya agak lucu. Tapi nggak apa-apa, aku tetap bangga.
Karena buatku, semua masakan itu adalah cara kecil buat merasa “pulang”.

Alhamdulillah, suamiku bukan tipe yang pilih-pilih makanan.
Dia selalu makan dengan senyum dan bilang enak.
Padahal aku nggak pernah pakai bawang di masakan, karena dia nggak suka bawang.
Jadi aku menyesuaikan diri — aku nggak masak pakai bawang, tapi kadang beli bawang goreng kemasan dari supermarket Asia buat topping.
Di sini, kadang aku nemu kerupuk juga di Rewe, dan itu rasanya seperti menemukan harta karun kecil dari rumah.

Ngomongin soal kopi, aku udah berhenti total enam belas hari ini.
Buatku itu pencapaian besar, karena aku pecinta kopi sejak kecil.
Aku tumbuh dengan aroma kopi dari cangkir ayah, dan setiap main ke rumah uwa, aku selalu ditawari kopi pahit.
Sampai besar pun aku tetap suka — dari kopi instan sampai cappuccino kekinian di Indonesia.
Tapi kali ini aku bener-bener stop.

Sekarang aku ganti dengan cokelat bubuk atau matcha hangat.
Kadang masih kangen aroma kopi, tapi aku masih bisa menikmatinya dari wangi kopi suamiku setiap pagi.
Itu cukup untuk menenangkan hati.

Aku juga mulai terbiasa minum teh hangat, apalagi sekarang udah mulai dingin.
Kadang aku lupa kalau musimnya udah berubah.
Waktu musim panas, aku suka nyimpan kopi dingin di kulkas biar tinggal diminum.
Sekarang rasanya lucu kalau inget itu — kayak versi lamaku yang masih belum bisa lepas dari kebiasaan lama.

Tapi hidupku sekarang berubah pelan-pelan, ke arah yang lebih tenang.

Aku mulai ikut pengajian ibu-ibu Indonesia yang tinggal di Jerman.
Pengajiannya online, setiap hari Selasa jam setengah sebelas.
Udah dua minggu aku ikut lagi setelah lama absen.
Pesertanya nggak banyak, cuma lima atau enam orang, tapi suasananya hangat banget.
Awalnya aku malu, karena bacaan Al-Quranku belum terlalu bagus.
Aku takut salah, apalagi kalau harus baca bareng-bareng.
Tapi alhamdulillah, semua ibu-ibu di sana baik dan sabar banget.
Nggak ada yang menilai, semuanya saling mendukung.

Sekarang aku jadi lebih semangat belajar lagi.
Dan walau aku tinggal jauh, aku tetap berusaha terhubung sama keluarga.
Aku sering nelpon Mama kalau beliau lagi nggak sibuk.
Mama masih aktif ikut pengajian juga, dan kadang sibuk karena suka terima pesanan kecil-kecilan dari tetangga.
Tapi kalau ada waktu luang, pasti kami ngobrol lama banget di telepon.
Denger suara Mama aja udah cukup bikin hati aku hangat.

Aku juga masih sering chat sama sahabat perempuanku —
kita udah sahabatan sejak SMP dan sampai sekarang masih dekat banget.
Kita punya banyak kesamaan, jadi ngobrol sama dia tuh selalu nyenengin.
Bulan ini, Oktober, dia ulang tahun.
Aku sempat beliin dia kado lewat Shopee, kirim dari sini, dan ternyata nyampenya lebih cepat dari dugaan.
Dia seneng banget, katanya itu hadiah ulang tahun paling berkesan.
Aku juga sering chat sama sepupuku — obrolan kecil kami selalu jadi penyemangat di hari-hariku yang sepi di sini.

Sekarang, setiap hari aku belajar untuk hidup lebih pelan dan penuh rasa syukur.
Nggak harus tahu semua yang terjadi di luar sana.
Nggak harus selalu update atau sibuk.
Cukup dengan hal-hal kecil — masakan sederhana, segelas cokelat hangat, telepon dengan Mama, dan doa yang tenang di pagi hari Jerman.

Ternyata, hidup tanpa sosmed dan tanpa kopi favoritku…
nggak sesulit itu. Justru indah dengan caranya sendiri. 🌿


Komentar

Postingan Populer