Langsung ke konten utama

Unggulan

Ijazah Doa Nabi Khusus Hari Jumat — Catatan Khutbah dari Ustadz Adi Hidayat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,  Hari ini, Jumat 17 Oktober aku ingin berbagi catatan khutbah Jumat dari Ustadz Adi Hidayat (UAH) berjudul “Ijazah Doa Nabi Khusus Hari Jum’at.” Khutbah ini membahas tentang pentingnya istighfar (memohon ampunan), terutama di hari Jumat dan setelah shalat, serta bagaimana istighfar bisa menjadi sarana penyucian diri dan perbaikan hidup seorang hamba. --- I. Istighfar Sebagai Kunci Pengampunan Ustadz Adi Hidayat menyampaikan ijazah doa istighfar yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ, yaitu: > “Astaghfirullah alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih.” Doa ini menjadi doa khusus hari Jumat, dengan keutamaan besar bagi siapa saja yang mengucapkannya: Dibaca setiap selesai shalat, atau sebanyak tiga kali di pagi hari Jumat. Allah berkenan mengampuni dosa-dosanya, bahkan dosa besar sekalipun — termasuk dosa yang sebesar “melarikan diri dari medan juang.” Istighfar ini bukan hanya bacaan di lisan, tapi bentuk pengakuan to...

Setinggi Apa Iman Kita, Disitulah Kebahagiaan Kita Berada — Catatan Kajian Ustadz Adi Hidayat (UAH)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Hari ini aku ingin berbagi catatan kajian dari ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH) yang berjudul “Setinggi Apa Iman Kita, Disitulah Kebahagiaan Kita Berada.”

Kajian ini membahas tentang bagaimana kebahagiaan dan kesuksesan sejati di dunia hingga akhirat sangat bergantung pada kualitas iman yang kita miliki.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan tanda-tanda keimanan yang meningkat (ter-upgrade) dan bagaimana kekuatan iman itu dapat memengaruhi seluruh aspek kehidupan kita.

Berikut ini ringkasan dan catatan penting dari kajian tersebut.

---

Catatan Kajian: Iman dan Kebahagiaan Sejati

I. Tanda-Tanda Iman yang Ter-Upgrade

Iman adalah tali pertama yang menghubungkan manusia dengan Allah.
Iman yang benar — yang terus dijaga, ditingkatkan, dan tidak tercampuri maksiat — akan melahirkan tiga tanda utama yang menjadi jaminan kebahagiaan di dunia, alam kubur, dan akhirat.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-An’am ayat 82.

1. Mendapatkan Ketenangan (Al-Amnu)

Seseorang yang imannya kuat akan menjadi pribadi yang tenang dan menenangkan.

Ia menjadikan Allah dan Rasul sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan: dari hal kecil seperti makan dan berpakaian, hingga dalam bekerja dan mengambil keputusan.

Ia mampu memandang anugerah dan musibah dengan cara yang sama — keduanya adalah ujian yang melahirkan pahala, dengan bersyukur saat suka dan bersabar saat duka.


2. Saling Mencintai karena Allah

Orang beriman melihat sesama dengan pandangan kasih sayang (bi ‘ainir rahmah).

Ia tidak mudah mencela atau membalas provokasi dengan kebencian.

Keimanannya menumbuhkan husnuzhan (prasangka baik) dan doa kebaikan bagi orang lain.


3. Konsisten pada Kebaikan

Iman membimbing seluruh anggota tubuh untuk hanya melakukan hal-hal yang bermanfaat dan meninggalkan keburukan.

Ia mudah tersentuh oleh kebenaran dan enggan melakukan maksiat, bahkan saat hanya melihatnya sekilas.

---

II. Peran Iman dalam Menjaga Kemuliaan Diri

Iman bukan hanya keyakinan di hati, tetapi juga sistem perlindungan diri yang menjaga kehormatan manusia.

Mata:
Iman mengarahkan pandangan hanya kepada hal-hal yang baik dan menjaga dari pandangan yang tidak pantas (QS. An-Nur: 30–31).
Dengan iman, seseorang dapat menjaga kehormatannya.

Lisan:
Iman menjaga ucapan agar hanya berisi kebaikan. Rasulullah bersabda,
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”

Hukum Haram:
Allah menurunkan hukum haram bukan untuk membatasi kebebasan manusia, melainkan untuk menjaga kehormatan mereka.
Kata haram seakar dengan hormat — maknanya, sesuatu yang diharamkan adalah bentuk perlindungan agar manusia tetap mulia di sisi Allah dan sesamanya.

---

III. Hikmah Penundaan Rezeki: Pendidikan Karakter

Terkadang Allah menunda pemberian rezeki, jabatan, atau ilmu bukan karena tidak mau memberi, tapi karena Allah sedang mendidik hamba-Nya.

Proses Pendidikan Diri
Dalam masa penantian itu, kita diajarkan untuk bersabar, bertawakal, dan tetap berprasangka baik kepada Allah.
Sifat-sifat inilah yang membentuk karakter dan kematangan diri — sesuatu yang nilainya jauh lebih tinggi daripada rezeki itu sendiri.

Rezeki yang Terakumulasi
Ketika karakter sudah siap, Allah akan kumpulkan semua hasil usaha, doa, dan kesabaran yang tertunda.
Lalu, semuanya akan diberikan sekaligus dalam bentuk yang lebih besar, indah, dan penuh keberkahan.


---

Refleksi Pribadi

Kajian ini mengingatkanku bahwa iman bukan hanya tentang ibadah ritual, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga diri, bersabar, dan tetap berprasangka baik terhadap semua takdir Allah.
Terkadang Allah belum memberi bukan karena kita tidak layak, tapi karena Ia sedang menyiapkan kita agar lebih siap menerima amanah-Nya.

Semoga kita semua diberi kekuatan untuk terus memperbaiki diri, meningkatkan iman, dan menemukan kebahagiaan sejati di setiap langkah hidup.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Komentar

Postingan Populer