Hai teman-teman setia pembaca blogku^-^
Apa kabar semuanya? Semoga selalu dalam keadaan sehat dan bahagia ya. Nah, kali ini aku mau update tentang sesuatu yang lagi aku jalani dan bikin aku excited sekaligus deg-degan: Challenge 30 Hari Tanpa Sosial Media (kecuali YouTube)!
Yes, you read it right! Dan tebak apa? Challenge ini udah aku mulai sejak tanggal 30 April 2025 lalu! Jadi, saat tulisan ini dibuat, aku udah beberapa hari nih 'puasa' dari hiruk pikuk dunia Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, dan platform sejenis lainnya. Rasanya? Wow, nanti aku ceritain di bawah!
Kenapa kecuali YouTube?
Aku udah pernah singgung sedikit alasannya, tapi intinya karena aku dan suami (yang jadi inspirasi terbesarku untuk challenge ini!) masih pakai YouTube untuk sumber berita, informasi, belajar, dan hiburan yang lebih mindful. Bukan buat scrolling tanpa henti ya, tapi lebih ke nonton konten yang memang dicari atau dibutuhkan.
Mungkin banyak yang penasaran, "Gimana rasanya, Nis?", "Beneran bisa?", "Nggak kangen buka IG?". Jujur, pertanyaan itu juga ada di kepalaku sebelum mulai. Tapi dorongan untuk mencari ketenangan dan fokus yang lebih kuat, ditambah melihat contoh nyata dari suamiku, bikin aku mantap melangkah. Dan sekarang, aku mau share sedikit pengalaman awal dan alasan lebih dalam kenapa aku nekat melakukan ini.
Inspirasi Utama: Gaya Hidup Tenang Suamiku
Seperti yang pernah aku ceritakan, suamiku (orang Mesir yang tinggal bersamaku di Jerman) itu unik banget di zaman sekarang. Dia nggak punya akun sosial media mainstream sama sekali. Nggak ada Instagram, Facebook, Twitter, apalagi TikTok. Hidup digitalnya simpel banget: YouTube untuk berita, kajian, tutorial, atau hiburan spesifik; Google untuk cari informasi; dan Email yang jadi super penting untuk urusan administrasi dan komunikasi formal di Jerman sini.
Komunikasi sama keluarga dan teman? Cukup lewat WhatsApp. Nggak perlu tahu update kehidupan semua orang setiap detik. Dan yang bikin aku salut, dia dan keluarganya sangat menjaga privasi. Kalaupun ada update status WhatsApp dari keluarganya, biasanya isinya doa, atau kutipan inspiratif. Jarang banget pamer aktivitas pribadi atau hal-hal yang sifatnya konsumtif.
Melihat dia yang hidupnya terasa lebih 'penuh', fokus, tenang, dan nggak terdistraksi oleh 'kebisingan' dunia maya itu kayak tamparan buatku. Dia bisa hadir sepenuhnya saat ngobrol, punya waktu buat hobinya, dan nggak pernah kelihatan cemas karena ketinggalan berita viral atau tren sesaat. Hidupnya real, fokus pada apa yang penting baginya: keluarga, ibadah, pekerjaan, pengembangan diri.
Aku jadi mikir, kok aku nggak bisa ya se-simple itu? Kenapa aku ngerasa 'harus' tahu semua hal? Kenapa waktu luangku sering habis buat scrolling nggak jelas?
Kenapa Aku Merasa Butuh Banget Challenge Ini?
Refleksi dari kehidupan suamiku bikin aku sadar beberapa hal tentang hubunganku sendiri dengan sosial media:
Pencuri Waktu Ulung: Sadar nggak sadar, jempol ini udah kayak punya pikiran sendiri. Niat buka IG cuma 5 menit buat lihat update teman dekat, eh tahu-tahu udah sejam lewat nonton reels random, lihat explore yang isinya kadang bikin insecure, atau ikut nimbrung di kolom komentar yang lagi panas. Waktu berharga yang bisa dipakai buat hal lain, nguap gitu aja.
Jebakan Perbandingan: Ini nih yang paling sering bikin mood anjlok. Lihat teman A liburan ke tempat yang indah, teman B pamer mobil baru, teman C kelihatan mesra banget sama pasangannya. Meskipun tahu itu cuma highlight reel, tetap aja kadang muncul rasa iri, insecure, atau ngerasa hidup sendiri kok gini-gini aja. Padahal, kebahagiaan kan nggak bisa diukur dari postingan sosmed.
Kecanduan Notifikasi: Bunyi 'ting!' atau getaran HP karena ada like, komen, atau direct message baru itu kayak candu. Bikin pengen cek terus. Otak kita dibanjiri dopamin sesaat, terus nagih lagi. Aku ngerasa udah terlalu tergantung sama validasi semu ini dan pengen melepaskan diri.
Pikiran yang Nggak Tenang: Terlalu banyak informasi, opini, drama, berita negatif, sampai konten jedag-jedug yang nggak jelas faedahnya itu bikin kepala rasanya penuh dan 'berisik'. Sulit banget buat merasa benar-benar tenang dan damai kalau pikiran terus-terusan distimulasi hal-hal kayak gitu.
Kurang Mindful: Lagi ngobrol sama suami, tangan gatel pengen cek HP. Lagi coba fokus belajar bahasa Jerman, pikiran melayang pengen lihat ada gosip apa hari ini. Aku kangen bisa benar-benar hadir di setiap momen, menikmati apa yang ada di depan mata tanpa gangguan dari dunia maya.
Hasil Awal yang Sudah Aku Rasakan (Baru Beberapa Hari Lho!)
Nah, ini bagian yang paling seru! Karena aku udah mulai sejak 30 April, aku udah bisa merasakan beberapa perubahan signifikan, meskipun baru beberapa hari:
Waktu Luang Bertambah Drastis: Ini nyata banget! Aku jadi punya lebih banyak waktu untuk belajar bahasa Jerman. Rasanya progres belajarku jadi lebih cepat karena nggak ada distraksi buka sosmed tiap beberapa menit. Aku juga jadi punya waktu buat baca buku yang kemarin cuma ditumpuk aja.
Lebih Fokus dan Produktif: Saat belajar atau mengerjakan sesuatu, rasanya pikiran lebih 'ngumpul'. Nggak gampang terdistraksi. Hasilnya, pekerjaan atau kegiatan belajar jadi lebih cepat selesai dan hasilnya lebih memuaskan.
Pikiran Jauh Lebih Tenang: Ini yang paling aku syukuri. Rasanya kepala lebih enteng, nggak 'berisik' kayak biasanya. Bangun tidur juga lebih segar karena nggak langsung disambut sama rentetan notifikasi atau scroll timeline. Ada perasaan damai yang udah lama nggak aku rasain.
Tindakan Ekstra: Filter Kontak WhatsApp! Selain menghapus aplikasi sosmed (kecuali YouTube tentunya), aku juga melakukan 'pembersihan' di WhatsApp. Aku hapus beberapa kontak yang rasanya nggak terlalu dekat atau yang update status/story-nya sering bikin aku trigger. Misalnya, yang update terus-terusan setiap hari (kadang hal-hal yang kurang penting), yang sering pasang video jedag-jedug, atau yang sering banget repost berita-berita viral dari sosmed yang isinya kadang bikin resah atau negatif.
Aku memutuskan untuk menyimpan kontak orang-orang yang benar-benar dekat dan yang interaksinya terasa positif atau netral aja. Hasilnya? Buka WhatsApp sekarang jadi lebih tenang, isinya benar-benar cuma komunikasi penting atau update ringan dari orang terdekat, bukan 'noise' tambahan.
Kenapa YouTube Dikecualikan (dengan Aturan!)
Seperti yang aku bilang, YouTube tetap jadi bagian dari challenge ini, tapi penggunaannya aku batasi dan lebih mindful:
Sumber Informasi & Berita: Masih butuh akses ke berita terpercaya (aku pilih channel berita yang netral dan kredibel).
Hiburan Terseleksi: Nonton channel favorit untuk review buku, travel vlog informatif, atau resep masakan. Bukan scrolling shorts tanpa tujuan.
Belajar & Skill: Ini penting! YouTube itu sumber belajar yang luar biasa. Aku pakai untuk materi bahasa Jerman, tutorial, atau insight baru.
Harapan Setelah 30 Hari (Semoga Konsisten!)
Meskipun baru beberapa hari, dampak positifnya udah bikin aku makin semangat. Harapanku setelah 30 hari ini selesai (dan semoga bisa berlanjut kebiasaan baiknya):
Manajemen Waktu yang Lebih Baik: Bisa terus mengalokasikan waktu untuk hal-hal yang lebih berarti.
Fokus yang Terjaga: Terbiasa untuk hadir in the moment.
Mental Lebih Sehat: Mengurangi insecurity, kecemasan, dan overthinking yang dipicu sosmed.
Kualitas Tidur Membaik: Tidur lebih nyenyak tanpa godaan scroll tengah malam.
Hubungan Lebih Berkualitas: Lebih banyak waktu dan perhatian untuk suami dan orang-orang terdekat di dunia nyata.
Perspektif Baru tentang Sosmed: Jika nanti memutuskan kembali aktif, bisa melakukannya dengan lebih bijak, sadar, dan terkontrol. Tahu batasannya.
Tantangan? Pasti Ada!
Nggak bohong, pasti ada godaan. Kadang tangan otomatis mau cari ikon Instagram yang udah nggak ada. Kadang ada rasa penasaran teman-teman lagi pada ngapain. Tapi sejauh ini, perasaan tenang dan waktu luang yang didapat jauh lebih memuaskan daripada rasa penasaran sesaat itu. Aku siapkan mental kalau rasa bosan atau FOMO nanti muncul lebih kuat. Mungkin aku akan cari kegiatan pengalih perhatian yang positif, kayak jalan-jalan keluar, baca buku, atau coba masak resep baru.
Perjalanan Ini Baru Dimulai...
Aku seneng banget bisa share pengalaman awal ini sama kalian. Ini bukan berarti aku anti-sosmed selamanya ya. Aku cuma merasa butuh jeda, butuh reset, butuh menemukan kembali keseimbangan dalam hidup yang makin terdigitalisasi ini. Terinspirasi dari ketenangan hidup suamiku, aku ingin mencoba merasakan hidup yang lebih fokus pada dunia nyata.
Aku akan coba update lagi nanti di pertengahan atau akhir challenge. Doakan aku tetap konsisten dan bisa memetik pelajaran berharga dari pengalaman ini ya!
Gimana tanggapan kalian? Ada yang lagi menjalani hal serupa? Atau punya tips biar makin kuat menjalani 'puasa' sosmed ini? Yuk, cerita di kolom komentar! Dukungan dan sharing dari kalian pasti berarti banget buatku.
Terima kasih udah menyimak cerita awal perjalananku ini!
Salam hangat dan lebih tenang dari Jerman,
Nisya✨️
Komentar
Posting Komentar